VIVA – Dari hasil pengawasan tahun 2017, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI menemukan 75 dari 1.140 pedagang besar farmasi (PBF) melakukan pelanggaran atau tidak memenuhi ketentuan.
Pelanggaran yang dilakukan antara lain pengelolaan administrasi tidak tertib, gudang tidak memenuhi persyaratan, menyalurkan obat secara panel atau penanggung jawab tidak bekerja secara penuh, melakukan pengadaan obat dari jalur tidak resmi. Selain itu, menyalurkan obat keras ke sarana tidak berwenang atau tidak dapat mempertanggungjawabkan penyaluran obat keras dalam jumlah besar, atau beroperasi di alamat yang tidak sesuai izin.
Hal ini pun mendorong BPOM RI untuk melakukan perubahan mekanisme penerapan Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB). Dari semula sukarela, kini menjadi wajib bagi PBF. Dengan demikian, jalur distribusi obat aman dari maraknya peredaran obat ilegal, termasuk obat palsu, meminimalisir penyaluran obat ke sarana ilegal, penyimpangan distribusi obat, serta penyalahgunaan obat oleh masyarakat.
"Jadi sekarang ini kita akan mensertifikasi PBF-nya supaya dalam penyaluran obat itu bisa dijamin mutu dan keamanan obat," ujar dra. Hardaningsih, Apt, MHSM, Direktur Pengawasan Distribusi dan Pelayanan Obat dan Narkotika, Psikotropika dan Perkursor saat konferensi pers di Gedung BPOM RI, Jakarta, Kamis, 31 Mei 2018.
Ini artinya, PBF akan melakukan penyaluran, penyimpanan, pengadaan yang sesuai petunjuk teknis atau pedoman yang bisa menjamin obat tersebut sampai ke tangan terakhir dengan tetap terjaga mutu dan keamanannya. Untuk mewujudkan hal tersebut, BPOM RI juga melakukan percepatan dengan membuat aplikasi sertifikasi secara online atau e-sertifikasi CDOB.
Lihat Juga
Hardaningsih mengatakan, aplikasi ini sudah mulai dikembangkan sejak akhir tahun 2017 lalu, dan pada Januari-April, sudah dilakukan uji coba terhadap sekitar 60 PBF. Namun, penyerahan dokumen masih dilakukan secara manual dan setelah diperiksa, PBF baru diminta untuk mengunggah melalui aplikasi.
"Setelah di-upload kita mengadakan pengecekan ke lapangan. Kalau misalnya sudah lulus, baru keluar sertifikat. Sekarang sudah dibuka aplikasi ini. Semua PBF yang sudah siap dapat melakukan permohonan sertifikasi melalui aplikasi tersebut," imbuh Hardaningsih.
Secara keseluruhan, dari 2.232 PBF yang aktif di Indonesia, BPOM RI telah menerbitkan 729 sertifikat CDOB untuk 410 (18,37 persen) pusat dan cabang di seluruh Indonesia. Sedangkan PBF yang masih dalam proses sertifikasi sebanyak 157 PBF (7,03 persen). (ch)
Baca Di sini https://www.viva.co.id/gaya-hidup/kesehatan-intim/1041641-pedagang-farmasi-kini-wajib-punya-sertifikat-cdob
No comments:
Post a Comment