JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Abra Talattof menilai permintaan pemerintah kepada Pertamina untuk menurunkan harga avtur akan menjadi bom waktu.
Sebab, jika harga avtur dipangkas dikhawatirkan akan mengganggu kinerja keuangan perusahaan minyak dan gas plat merah itu.
"Ini enggak bagus, kayak bom waktu. Pertama akan terus merongrong Pertamina, membebani Pertamina di tengah tekanan yang dihadapi pertamina saat ini," ujar Abra saat dihubungi Kompas.com, Selasa (12/2/2019).
Menurut dia, penurunan harga avtur hanya akan menjadi solusi jangka pendek bagi masalah harga tiket pesawat terbang yang dianggap terlalu mahal. Sebab, kata Abra, biaya operasional maskapai tak hanya berasal dari harga bahan bakar saja.
"Masih ada komponen lain yang lebih besar, yaitu biaya perawatan, leasing pesawat. Saya pikir kalau solusi menurunkan harga tiket pesawat itu bukan hanya karena harga avtur, tapi juga dari yang lain, dari pengadaan pesawat dan maintenance," kata Abra
"Kalau pemerintah harus cari solusi, solusinya harus bersifat komprehensif dan tidak membebani satu pihak saja," sambungnya.
Abra menambahkan, laba Pertamina di Kuartal III 2018 telah merosot drastis ketimbang 2017 lalu. Jika Pertamina harus menurunkan harga avtur dikhawatirkan akan makin memperburuk keuangannya.
"Tahun lalu di kuartal III laba pertamina merosot jadi Rp 5 triliun. Merosot 81 persen ketimbang 2017 dengan menanggung berbagai macam kebijakan pemerintah. Jika ditambah ini, saya pikir Pertamina jangan dijadikan kambing hitam, menjadi sasak tinju. Pertamina sebagai aset strategis milik bangsa. Kita harus lihat jangka panjang, seharusnya kita support pertamina bisa tumbuh lebih berkembang lagi," ucap dia.
Mengenai peryataan Presiden Joko Widodo yang menyebut saat ini laba Pertamina sebanyak Rp 20 triliun, Abra menilai hal tersebut karena dipengaruhi suatu faktor. Namun, faktor yang mendorong peningkatan laba itu belum bisa dikonfirmasi kebenaranya.
"Ini dugaan awal, laba pertamina tiba-tiba melonjak karena memang pemerintah punya tunggakan subsidi selama 4 tahun dari 2015. Baru dibayar sekarang, jadi subsidi dibayar, laba pertamina melonjak," ujar Abra.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo akan memanggil Direktur Utama PT Pertamina setelah mendengar keluhan pengusaha hotel terkait mahalnya harga avtur yang berakibat pada tingginya harga tiket pesawat dan sepinya kamar-kamar hotel di daerah.
"Berkaitan dengan harga tiket pesawat, saya terus terang juga kaget. Dan malam hari ini saya juga baru tahu dari Pak Chairul Tanjung. Mengenai avtur, ternyata avtur yang dijual di Soekarno-Hatta itu domonopoli oleh Pertamina," ujar Jokowi saat menghadiri perayaan HUT Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Senin (11/2/2019).
Ia menyadari monopoli avtur oleh Pertamina mengakibatkan tingginya bahan bakar pesawat itu. Karena itu, ia berencana memberi dua pilihan kepada Pertamina, yakni menurunkan harga atau mengizinkan perusahaan minyak lain untuk menjual avtur.
Baca Di sini https://ekonomi.kompas.com/read/2019/02/12/213800526/indef--menurunkan-harga-avtur-akan-membebani-pertamina
No comments:
Post a Comment