"Tidak cukup hanya menarik produk dari pasar. Harus ada proses hukum lain baik perdata atau pidana," kata Tulus dihubungi di Jakarta, Kamis.
Tulus mangatakan produsen jelas bersalah karena tidak mencantumkan informasi bahwa produknya mengandung DNA babi pada label.
Bila ada informasi bahwa produk tersebut mengandung DNA babi, maka konsumen bisa memilih untuk menggunakan produk tersebut atau tidak.
"Idealnya, untuk konsumen Indonesia yang mayoritas Muslim tidak ada keraguan terhadap kehalalan suatu obat," tuturnya.
Sebelumnya, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyatakan suplemen makanan Viostin DS produksi PT Pharos Indonesia dan Enzyplex tablet produksi PT Medifarma Laboratories terbukti positif mengandung DNA babi.
Dikutip dari laman resmi BPOM, yang mengandung DNA babi adalah produk dengan nomor izin edar NIE POM SD.051523771 dengan nomor bets BN C6K994H untuk Viostin DS dan NIE DBL7214704016A1 nomor bets 16185101 untuk Enzyplex tablet.
BPOM telah menginstruksikan PT. Pharos Indonesia dan PT Medifarma Laboratories untuk menghentikan produksi dan atau distribusi produk dengan nomor bets tersebut.
Menanggapi instruksi tersebut, PT. Pharos Indonesia telah menarik seluruh produk Viostin DS dengan NIE dan nomor bets tersebut dari pasaran, serta menghentikan produksi produk Viostin DS.
Begitu juga dengan PT Medifarma Laboratories yang telah menarik seluruh produk Enzyplex tablet dengan NIE dan nomor bets tersebut dari pasaran.
Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Suryanto
COPYRIGHT © ANTARA 2018
No comments:
Post a Comment