Pertanyaannya, kenapa formula ini keluar di tahun politik alias jelang pemilihan presiden (Pilpres)?
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian ESDM Djoko Siswanto mengatakan, formula ini tak terkait dengan tahun politik.
Jelasnya, dalam perjalannya harga minyak mentah dunia sempat menyentuh US$ 106 per barel. Kemudian, harga tersebut terus mengalami penurunan bahkan hampir menjadi separuhnya sampai saat ini.
Dengan penurunan harga minyak mentah sampai separuhnya dan kurs tetap seharusnya harga BBM bisa turun sampai separuhnya. Namun, dengan kurs yang berubah-ubah pemerintah memandang harga BBM masih bisa turun.
"Akhirnya karena ini tidak subsidi maka pemerintah hanya mengeluarkan pada saat itu Permen Nomor 34 Tahun 2018 jadi sudah sejak tahun lalu. Logikanya masyarakat, logika di market harga minyak turun," ujarnya.
"Kemudian, karena tidak subsidi maka pemerintah mewajibkan hanya melaporkan apakah badan usaha dalam menetapkan harga itu sesuai nggak dengan harga market karena ternyata beda-beda satu sama lain," tambahnya.
Alhasil, pemerintah kemudian merasa perlu untuk mengeluarkan formula sebagai dasar perhitungan harga badan usaha.
"Sehingga pemerintah memandang perlu, pada awal tahun ini mulai berdiskusi, kemudian rapat-rapat ternyata kita dapatkan semua data perolehan, data penyimpanan, distribusi, termasuk margin, kita evaluasi kita analisis," terangnya.
Dia mengatakan, dengan formula ini diharapkan badan usaha tidak mengambil keuntungan semaunya sendiri. Di sisi lain, persaingan akan lebih sehat karena adanya batas harga.
"Kita evaluasi lagi ternyata bisa efisien makanya kita buat standar formula sebagai acuan untuk mereka untuk menetapkan harga, kan ada badan usaha juga banting harga 'baru dateng' nggak apa-apa deh rugi," paparnya. (dna/dna)
Baca Di sini https://finance.detik.com/energi/d-4422028/harga-bbm-turun-jelang-pilpres-ada-apa
No comments:
Post a Comment