Monday, February 5, 2018

YLKI Sebut Kasus Viostin DS dan Enzyplex Dapat Dipidana

Jakarta, CNN Indonesia -- BPOM belum lama ini resmi menarik izin edar obat Viostin DS dan Enzyplex.

Kedua produk obat ini ditarik dari peredaran karena produk positif mengandung DNA babi ketika BPOM melakukan pengawasan post-market atau setelah beredar di pasaran.

Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi berkata pihaknya mengapresiasi dan mendukung langkah BPOM.


Menurutnya, pengawasan baik sebelum edar (pre-market) dan post-market penting untuk dilakukan agar hal tersebut tak terulang kembali.

"Ini kasus pidana karena pelanggaran undang-undang. Pembelajaran ke depan, perlu ada pembuktian secara pidana agar ada efek jera," lanjut Tulus.

Dia mengungkapkan bahwa produsen tak cuma harus menarik produknya saja, tetapi juga memberikan ganti rugi atau kompensasi pada konsumen.

Jika dirunut, Tulus mengungkapkan setidaknya ada dua pasal dalam UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen yang diduga dilanggar dalam kasus ini.

Pasal pertama yakni pasal 4 menyebutkan bahwa konsumen memiliki 'hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa.'

"Di sini produsen tidak menginformasikan kandungan produk. Konsumen punya hak pilih untuk mengonsumsi obat atau tidak, " katanya.

Pasal kedua yang dilanggar adalah pasal 8 huruf f yakni 'Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/jasa yang tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/jasa tersebut.'


Menurutnya, produsen tidak mencantumkan bahwa produk diduga mengandung DNA babi dalam kemasan kedua produk tersebut. 

Melihat peristiwa ini, Tulus pun berkaca pada 2000-an silam saat produsen salah satu produk penyedap makanan harus menarik produknya. Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta produsen menarik produk karena positif mengandung lemak babi.

Saat itu, produsen mau tidak mau menarik puluhan ribu ton produk yang sudah beredar di pasaran.

"Kasus itu, produsen jadi tersangka," tambahnya.

Tulus pun menyarankan pada konsumen untuk melapor pada YLKI atau BPOM bila menemukan adanya kerugian yang diderita.


Sementara itu, Kepala BPOM, Penny K. Lukito menuturkan, terkait penarikan produk pihaknya telah bekerjasama dengan balai-balai BPOM di seluruh Indonesia. Pasalnya, obat sudah tersebar dan perlu waktu untuk menarik produk secara menyeluruh.

"Sebenarnya 1x24 itu langsung (ditarik) tapi karena sudah tersebar, jadi butuh waktu paling lama sebulan," katanya. (chs)

Let's block ads! (Why?)

Baca Di sini https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20180205151256-255-273900/ylki-sebut-kasus-viostin-ds-dan-enzyplex-dapat-dipidana

No comments:

Post a Comment