Jakarta, CNBC Indonesia- Kebijakan bagasi berbayar yang diajukan oleh maskapai-maskapai bertarif rendah jadi polemik. Di satu sisi kebijakan ini jadi salah satu jalan untuk perbaiki kondisi keuangan maskapai, tapi di sisi lain jadi kiamat bagi DPR. Anggota Dewan beralasan tidak gratisnya bagasi di musim kampanya mengancam perolehan suara mereka.
Penghapusan bagasi gratis oleh maskapai berlabel low cost carrier (LCC) disorot DPR. Komisi V DPR RI ramai-ramai mempertanyakan kebijakan itu saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Selasa (29/1/2019).
Rapat yang berlangsung sekitar 4 jam itu lebih banyak membahas keluhan masyarakat mengenai penerapan bagasi berbayar yang belakangan dilakukan Lion Air, serta Citilink mulai 8 Februari 2019 mendatang. Kebijakan ini dinilai tidak tepat diterapkan saat tahun politik.
Anggota Komisi V, Jhonny Allen Marbun, beranggapan bahwa isu ini merugikan pemerintah secara politik. Tidak hanya eksekutif, dalam hal ini legislatif juga dibikin pusing.
Apalagi, saat ini tengah berlangsung masa kampanye yang membuat legislator petahana turun ke daerah pemilihan (dapil) untuk kembali membujuk konstituennya. Jhonny bahkan menyebut Kemenhub kecolongan dengan kebijakan bagasi berbayar.
"Kecolongan ini Menteri. Bukan soal rugi-untung ini, tapi politik. Ini menteri ngerti nggak kalau bicara kepentingan pemerintah," teriaknya di sela rapat.
"Kenapa sih nggak ditahan biar kita enggak dicekoki konstituen [dengan pertanyaan] kok naik sih tiket ini. Waktunya nggak tepat. Tapi, jangan bicara untung-rugi. Kasih pelayanan masyarakat, simpel. Masyarakat supaya tenang, pemerintah berhak berikan apapun untuk rakyat," lanjutnya.
Di sisi lain, kondisi maskapai penerbangan nasional memang sedang tertekan. Sejumlah maskapai mengaku perlu mencari inovasi dan efisiensi demi menjalankan roda bisnisnya. Penerapan bagasi berbayar merupakan salah satu 'vaksin' agar maskapai tidak berhenti terbang selamanya.
Dirjen Perhubungan Udara Kemenhub, Polana Banguningsih Pramesti, yang hadir langsung saat rapat, menyatakan bahwa penerapan bagasi berbayar tidak melanggar aturan.
"Kebijakan tarif bagasi berbayar, regulator tugasnya mengawasi dalam hal tarif sesuai PM 14 2016 dan saat ini hampir tidak ada yang dilanggar, sesuai aturan dalam hal tarif batas atas batas bawah. kemudian pemerintah tugasnya mengecek kondisi sebenarnya di lapangan," ungkap dia di sela rapat.
Meski begitu, dia berjanji bakal melakukan evaluasi perihal penerapan bagasi berbayar. Di sisi lain dia tidak ingin mesin maskapai penerbangan nasional tak lagi menyala.
"Saat ini kami melakukan evaluasi yang terjadi di lapangan. Kami bersama stakeholder memantau aturan penerapan bagasi berbayar itu. Akan dirundingkan pelaku airlines dan INACA, para ahli untuk menjaga keseimbangan terjadi. Agar nggak memberatkan pengguna jasa, itu aja tambahan kami," urainya.
Rapat ini akhirnya menghasilkan kesimpulan yang dibacakan pimpinan sidang Sigit Susiantomo. Wakil Ketua Komisi V DPR RI itu menekankan dua poin penting.
"Komisi V DPR RI mendesak Kementerian Perhubungan, Ditjen Perhubungan Udara untuk menunda pemberlakuan kebijakan bagasi berbayar hingga selesainya kajian ulang terhadap kebijakan tersebut dengan mempertimbangkan kemampuan masyarakat dan kelangsungan industri penerbangan nasional," kata dia membacakan kesimpulan.
"Komisi V DPR RI meminta Kementerian Perhubungan untuk mengkaji ulang besaran komponen terkait tarif pesawat udara agar tidak memberatkan masyarakat dan meningkatkan koordinasi dengan Kementerian/Lembaga terkait, guna memformulasikan ulang besaran komponen tarif batas atas dan tarif batas bawah, antara lain terkait harga avtur, pajak, serta bea masuk suku cadang," lanjutnya.
Delegasi Lion dan Citilink yang hadir dalam rapat itu lantas menyampaikan tanggapan perihal desakan DPR. Managing Director PT Lion Air Group, Daniel Putut, mengaku siap mematuhi apapun peraturan yang ditetapkan pemerintah.
"Yang direncanakan oleh pemerintah lah dalam hal ini, kalau dalam bentuk peraturan ya harus ikutin," ungkapnya kepada awak media di komplek Gedung DPR/MPR RI, Selasa (29/1/2019).
Lebih lanjut, Daniel akan mencermati, nantinya kebijakan yang akan dikeluarkan pemerintah berupa keputusan sementara atau permanen. Jika kebijakan itu permanen, maka pihaknya perlu menghitung ulang dampak langsung terhadap finansial Lion Air.
"Kalau itu sudah menjadi kebijakan dan sudah menjadi peraturan ya kita harus ikut dengan peraturan itu. Apa yang akan terjadinya kita belum tahu. Apakah ini kebijakan yang akan menjadi satu peraturan tetap apakah akan jadi peraturan yang temporary," paparnya.
Sementara itu, jika kebijakan sementara, Lion Air akan bisa lebih fleksibel. "Ya kita agak lebih fleksibel sabagai pengusaha. Kalau itu menjadi fix, itu yang akan menjadi benar-benar buat strategi baru lagi. Untuk bisnis proses supaya dapet sustainability," lanjutnya.
Secara terpisah, Direktur Utama Citilink, Juliandra Nurtjahjo, mengaku masih menunggu hasil pertemuan dengan Dirjen Perhubungan Udara Kemenhub. Dia pun belum bisa memberi kepastian jadi atau tidaknya penerapan bagasi berbayar mulai 8 Februari 2019 nanti.
"Ya kan kita nunggu nanti mau rapat sama Perhubungan Udara sebentar lagi. Kita lihat nanti, saya enggak bisa ngomong, saya harus ngomong sama Bu Dirjen dulu," tandasnya.
Yang jelas, sosialisasi terkait rencana penerapan kebijakan bagasi berjalan tetap akan berlanjut. "Sosialisasi jalan terus enggak apa-apa, masasalahnya pemberlakuan kapan, ya itu," pungkas dia. (gus)
Let's block ads! (Why?)
Baca Di sini https://www.cnbcindonesia.com/news/20190130105639-4-53013/bagasi-berbayar-juru-selamat-bagi-maskapai-kiamat-buat-dpr